Bersama Balai Pustaka, Egi Fedly dan Windi Sofyan Ingin Mengisi Kekosongan Buku tentang Seni Peran di Indonesia

Jakarta ­– (03/03/2023). Pada hari Senin, 20 Februari 2023 lalu, Balai Pusaka kedatangan dua seniman yang sangat bertalenta, yakni Egi Fedly sang aktor senior Indonesia serta Windi Sofyan yang merupakan penulis dengan pengalaman dalam bidang permusikan Indonesia. Di kunjungan kali ini, Balai Pustaka berkesempatan untuk berbincang bersama keduanya terkait rencana peluncuran buku bertema seni peran di Indonesia karya Windi Sofyan yang terinspirasi dari perjalanan karir Egi Fadly.

 

Selamat Datang di Istana Peradaban Balai Pustaka untuk Bang Egi dan Kak Windi, suatu kehormatan untuk kami karena kedatangan seniman-seniman bertalenta ini. Bang Egi adalah salah satu aktor yang membintangi film Sacrophagus Onrust yang berubah judulnya menjadi Kutukan Peti Mati, akan tayang di bulan Mei 2024. Boleh diceritakan, sejak kapan ide-ide kepenulisan tentang seni peran ini mulai muncul dan kenapa ingin berlabuh berkolaborasi dengan Balai Pustaka? Mungkin bisa dimulai dari Bang Egi dulu, ya.

Sebenarnya, ini perjalanan yang singkat, tapi panjang. Ada proses awal ide-ide celetukan antara Windi dan Teuku Rifnu Wikana, terus akhirnya nyambung karena saya juga punya pikiran yang sama, yaitu tentang langkanya buku yang membahas seni peran yang praktis, yang sekarang ini ada lebih cenderung kepada teori seni peran. Sementara itu, saya melihat ada satu sisi yang kosong pada para anak muda yang mempunyai minat mendalami seni peran, saya pikir mereka juga perlu melihat dan belajar dari pengalaman aktor-aktor. Dari satu pemikiran itu akhirnya kami sepakat membuat sebuah buku tentang pengalaman-pengalaman dari beberapa aktor dan aktris yang mempunyai pengalaman dan latar belakang yang berbeda.

 

Kak Windi selaku inisiator, bagaimana asal muasal dari menjadi penulis yang mengkritisi musik Indonesia, kemudian melakukan pencatatatan tentang perjalanan pembuatan film, hingga sekarang punya inspirasi untuk membuat buku tentang keaktoran dengan judul tentatif Aku Aktor?

Awalnya dijerumuskan oleh Bang Egi dan Bang Wika (Teuku Rifnu Wikana). Mereka ini yang selalu mendukung saya untuk berani menulis dan percaya bahwa kalau saya punya kemampuan untuk menulis. Awalnya, memang saya menulis tentang musik saat saya masih di Bandung, kemudian ketika sedang berdiskusi dengan Bang Egi dan Bang Wika ada satu ide yang sempat menjadi obrolan panjang. Waktu itu, Bang Wika bertanya, “Win, kamu tahu nggak kalau setiap aktor itu punya metode masing-masing untuk bisa menjaga eksistensi dan konsistensi mereka di dunia seni peran? Ini akan menarik kalau Windi yang menuliskan.” Lalu, saya bertanya, “Kenapa saya?” yang dijawab, “Saya yakin kalau Windi yang menuliskan.” Itu sekitar tahun 2008 dan baru bisa direalisasikan pertengahan tahun 2022.

 

Saya ingin tahu, kira-kira kedepannya harapan Kak Windi terhadap buku ini penggarapannya berapa lama dan sasaran pembaca nya seperti apa?

Cita-cita saya, 2024 bukunya sudah ada di pasaran paling lambat, sebab pencetusan ide buku ini sudah ada dari pertengahan 2022. Kalau untuk sasaran bukunya itu sendiri, seperti yang Bang Egi bilang sebelumnya, yaitu anak-anak muda yang tertarik dengan dunia seni peran, tapi tidak menutup kemungkinan juga untuk mereka yang sudah tidak muda pun belajar seni peran. Dari pengalaman kemarin waktu saya terlibat membantu Bang Egi di acara kelas akting, ada beberapa peserta yang sudah tidak muda atau beragam umurnya dan mereka sangat antusias. Jadi, saya pikir buku ini sasarannya sangat luas dan beragam. Sasaran utamanya memang anak muda, tapi tidak menutup kemungkinan untuk selain anak muda.

 

Sebagai penutup, nih, Bang Egi, saya ingin tahu menurut Bang Egi apakah para peminat seni peran ini memang betul-betul dahaga terhadap kehadiran buku ini atau buku ini hanya sekedar mengisi kekosongan saja?

Sebetulnya, dua hal itu punya jawaban masing-masing. Kalau saya lihat, di Pulau Jawa ini sekolah, sanggar seni, dan lainnya itu cenderung lebih mudah diakses dibandingkan dengan yang di luar Pulau Jawa. Bayangkan, kalau ada anak muda di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, atau di pelosok lain, mereka punya ketertarikan dan passion menjadi seorang aktor, tapi tidak ada sekolah atau sanggarnya? Saya yakin seni peran itu bisa dipelajari dengan berbagai cara dan tidak mutlak harus sekolah atau sanggar, nah, ini salah satu kemungkinan bisa membantu dengan memberikan sebuah pengalaman dari para pelakunya, tentang bagaimana mereka yang tadinya bukan aktor dan ada latar belakang lain, tapi bisa masuk ke bidang aktor. Sisi itulah yang masih kosong di perbukuan kita, sisi terkait pengalamannya, karena kadang-kadang teori terlalu berat.

 

Selanjutnya, penutup dari Kak Windi, kalau boleh spoiler, siapa saja aktor atau aktris yang akan ditampilkan di buku ini? Yang mereka sudah bersedia dituliskan pengalamannya di buku ini.

Yang jelas ada abang saya, Teuku Rifnu Wikana yang saya pikir sangat layak untuk ditulis, ada Bang Egi sebagai perumus utama ide ini, Vino G. Bastian, Lukman Sardi, ada juga Yayang Senur yang akhirnya mau dituliskan setelah saya bujuk. Ada pula yang sekarang lagi hangat-hangatnya dibicarakan, Bang Aswendi sang pemain Ngeri-Ngeri Sedap. Selain itu, ada salah satu favorit saya yang punya latar belakang sebagai jurnalis, yaitu Kak Marissa Anita, saya pikir dengan latar belakang tersebut sangat bisa menginspirasi pembaca. Lalu, ada juga Bang Mathias Mucus dan satu lagi ada Kak Dewi Irawan yang punya latar belakang menarik, yaitu satu keluarga yang mendalami seni peran.

 

Niat baik Egi Fedly dan Windi Sofyan terhadap seni peran di Indonesia akan segera tertuang dalam bentuk buku fisik yang dicetak oleh Balai Pustaka. Simak obrolan lengkapnya hanya di Youtube Balai Pustaka Official.

Share:

Leave a comment